Pesatnya
peningkatan jumlah perguruan tinggi terutama PTS, dari sudut pandang pemerintah pemerintah, seakan belum mampu mengimbangi kebutuhan Indonesia sebagai negara
dengan wilayah dan jumlah penduduk yang besar.
Ini
diterjemahkan dalam pencapaian angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi. Peningkatan
jumlah ini pun diyakini menjadi syarat mutlak peningkatan mutu perguruan tinggi
nasional.
APK adalah
rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat
pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan
dengan jenjang pendidikan tertentu. APK merupakan indikator paling sederhana untuk
mengukur daya serap penduduk usia sekolah di masing-masing jenjang pendidikan.
APK juga menunjukkan
tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu tingkat pendidikan.
Guru Besar
dan Rektor Universitas Islam Indonesia yang juga merupakan Ketua Umum Asosiasi
Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Edy Suandi Hamid punya pendapat berbeda.
Menurutnya,
jumlah perguruan tinggi yang ada saat ini sebenarnya sudah lebih dari cukup.
Yang menjadi persoalan, jelasnya, kualitas perguruan tinggi yang mencapai
tiga ribuan
itu tidaklah merata.
Edy melihat
gejala ini disebabkan oleh adanya perguruan tinggi yang hanya mencetak ijazah
tanpa kompetensi di baliknya. Ia berharap, Ditjen Pendidikan Tinggi [Dikti] bisa
sunguh-sungguh memantau perguruan tinggi yang ada untuk bisa me laksanakan tata
kelola perguruan tinggi yang baik.
“Pemerintah
harus mengawasi perguruan tinggi yang ada dalam menciptakan good university
governance. Selain itu, izin-izin pendirian juga tidak gampang
dikeluarkan,”paparnya.
“Sekitar
3.200-an perguruan tinggi itu sebenarnya sudah lebih dari cu kup, walau sangat
tidak merata kualitasnya. Untuk pemerataan kualitas, kita memerlukan national
manpower planning,” terangnya.
Sementara
itu, opini lain diutarakan pakar pendidikan Darmaningtyas yang menilai
peningkatan jumlah perguruan tinggi saat ini belum disertai dengan peningkatan kualitas.
Dari total perguruan tinggi yang ada sekarang, jelasnya, hanya 3% PTN dan 5%
PTS yang memiliki kualitas yang baik. Namun, ia melihat adanya masalah di antara
tuntutan penaikan APK dan keterbatasan anggaran pemerintah.
“Dengan
pertumbuhan yang besar itu, saya melihat adanya problem antara kebutuhan
menaikkan APK di satu sisi dan anggaran pemerintah yang terbatas di sisi
lainnya. Sementara
itu, kebutuhan operasional pendidikan meningkat dan biaya pendidikan tinggi
meningkat.”
Untuk
menjamin mutu lulusan yang dihasilkan, perguruan tinggi maupun program studi
yang disediakannya harus terakreditasi. Ini menunjukkan bahwa perguruan tinggi
atau program studi tersebut, dalam melaksanakan program pendidikan dan mutu
lulusan yang dihasilkannya, telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh Badan
Akre ditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Kini ada 19.000 program studi
se-Indonesia baik swasta maupun negeri. Bagaikan kejar target, pada 2013 ini
BAN-PT baru saja mengakreditasi 30 institusi.
Lepas dari
munculnya berbagai pendapat tentang angka partisipasi, saatnya perguruan tinggi
nasional mempersiapkan diri menjelang perdagangan bebas dan pasar tunggal baik dalam
skup regional maupun global.
Yang jelas,
ditilik dari perbandingan antara mahasiswa Indonesia yang berkuliah di luar
negeri yang mencapai 34.067 dengan total mahasiswa mancanegara yang berkuliah di
Indonesia yang sebesar 6.437 maka gap masih terlalu lebar.
*Artikel ini ditulis bersama dengan Juli E.R. Manalu, Novitasari SImamora, dan Roni Yunianto. Tayang di Laporan Khusus, Bisnis Indonesia, 18 Juni 2013.
Komentar
Posting Komentar