Langsung ke konten utama

Warna Netral dominasi Tren Dekorasi Interior 2013





Tren warna 2013 menyajikan berbagai pilihan mutakhir yang dapat dikombinasikan menjadi dasar netral bagi hunian. Paduan warna netral diprediksikan akan kembali mencuat sebagai tren. Warna-warna cerah yang dalam waktu-waktu terakhir menjadi perhatian akan digantikan dengan latar netral yang memberi kesan tenang bagi aksesori, pencahayaan dan mebel.

Warna netral seringkali dipandang tidak berwarna atau pun dianggap membosankan. Namun, fokus utama juga tidak mesti didasarkan pada warna. Patung dan hiasan bentuk lainnya, tekstur yang menarik, sisi-sisi yang bercahaya serta model dekor bertema alam yang terinspirasi pada motif-motif, seperti bulu binatang misalnya, akan memberikan kesan baru yang bahkan melampaui ketergantungan pada warna.



Vicky Payne, sebagaimana dilansir situs FYH, mengungkapkan, pada tahun depan terdapat 3 paduan warna netral baru dari hasi campuran dan perpaduan 18 warna pilihan.



Tren dekorasi interior pertama bertemakan Easy Living. Pilihan ini akan berfokus pada kehangatan dan nilai jangka panjang. Pemilik rumah, yang telah belajar tentang bagaimana bersabar dan menunggu, dengan pendapatannya menginginkan nilai terbaik bagi usaha kerasnya untuk menghasilkan uang. Peningkatan sarana untuk membuat ekspektasi meningkat dan nilai jangka panjang menyadi nyata serta menciptakan kenyamanan.

  
Yang kedua bertema Tribeca. Masyarakat urban memilki kebutuhan untuk merasa lebih terhubung secara lokal. Ini mengarah pada revitalisasi daerah perkotaan. Perumahan cenderung dalam ukuran lebih kecil dan lebih bersifat lebih industrial. Sebuah padua warna alas yang lebih lembut dan sarat dengan tekstur adalah cara yang bagus untuk menghangatkan ruang dan mengubah jarak menjadi lingkungan yang nyaman.


Soft Contemporary merupakan tema yang terakhir. Ruang-ruang terbuka dalam rumah berciri tradisional menarik minat pemilik rumah saat ini. Sebuah desain kontemporer yang lembut adalah desain yang lebih alami. Penggunaan bahan-bahan dan warna tradisional memberikan sisi yang lebih lembut bagi tata kontemporer dan menciptakan suasana tradisional.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Driyarkara: Pendidikan sebagai Pemanusiaan Manusia Muda

Dewasa ini masyarakat dunia menghadapi sebuah perubahan global . Hal ini ditandai antara lain oleh semakin maraknya pertumbuhan industri kapitalisme dunia. Semua bidang kehidupan tidak bisa tidak terjerat dengan pengaruh global ini. Tidak terkecuali dengan pranata pendidikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa ada kecenderungan dimana h ukum pasar yang berlaku diantara para pesaing industri pada tingkat global dapat mengarahkan pendidikan yang berorientasi pragmatis. Sesuai dengan hukum penawaran-permintaan , pendidikan hanya didasarkan pada aspek ekonomi. Jadi, ada kecenderungan bahwa pendidikan cenderung hanya mengarahkan anak-didik kepada gambaran manusia yang cakap untuk bekerja dan mendapatkan uang, jadi bukan gambaran manusia yang sebenarnya. Berhadapan dengan g ejala ini, pemikiran seorang filsuf, Nicolaus Driyarkara dapat dijadikan suatu bahan permenungan. Bagi Driyarkara pendidikan merupakan kegiatan sadar untuk memanusiakan manusia muda, yang dia sebut sebagai “hominisasi

Konformitas Dalam Pergaulan Sekolah

Tulisan ini bertujuan untuk memahami dinamika perilaku konformitas dalam pergaulan pelajar di sekolah formal. Bagaimana bentuk konformitasnya? Mengapa hal tersebut terjadi dan mempengaruhi tindakan-tindakan pelajar, serta bahkan dapat membentuk pola kepribadian?  Tulisan ini mengemukakan, bentuk konformitas dalam pergaulan pelajar yang lebih berupa akibat tekanan antar teman (peer pressure) yang terjadi dalam lingkungan yang homogen (sebaya). Kecenderungan untuk mengikuti suara terbanyak akan terjadi karena tekanan untuk menjadi sama terasa semakin besar. Dalam pergaulan sekolah anak didik terbiasa untuk selalu sama, bersikap konformis, sehingga selalu merasa tidak nyaman bila harus beda. Sikap ini dapat terus berlanjut dan membentuk pola kepribadian yang tidak mandiri. Kata kunci : Konformitas, peer group dan peer presure      S ebagai makhluk hidup yang tidak dapat hidup sendiri, sudah pasti kita sebagai manusia membutuhkan keberadaan orang lain untuk melangsungkan

Bisnis sebagai Profesi Etis?

Bisnis dan moralitas atau etika berbeda dan tidak ada hubungan sama sekali dan etika justru bertentangan dengan bisnis. Orang bisnis tidak perlu memperhatikan norma-norma dan nilai moral karena bisnis adalah suatu persaingan yang menuntut pelaku bisnis berusaha dengan segala cara dan upaya untuk bisa mencapai ‘keuntungan maksimal’. Ungkapan skeptis di atas sekiranya menggambarkan hubungan bisnis dan etika sebagai dua hal yang terpisah satu sama lain. Hal ini juga nampak dalam fenomena umum dunia bisnis o utsourcing . Outsourcing seringkali dibahasakan sebagai sebuah strategi kompetisi perusahaan untuk fokus pada inti bisnisnya, namun dalam praktek pada umumnya didorong oleh ‘ketamakan’ sebuah perusahaan untuk menekan cost serendah-rendahnya dan mendapatkan keuntungan setinggi-tingginya. Namun, diskrepansi dua ranah sebagaimana terdeskripsikan di atas oleh Richard T. De George disebut sebagai ‘Mitos Bisnis Amoral’. Bisnis pada dasarnya tidak terpisahkan dari moral. Bisnis t