JAKARTA—Penerapan Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dinilai akan menjadi solusi yang paling tepat dan cepat dalam mengatasi kesulitan pemenuhan papan di Indonesia.
Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani menegaskan pemerintah tetap harus menjadi pengemban tugas utama dalam mengatasi permasalah kelangkaan hunian (backlog) yang diperkirakan mencapai 15 juta unit pada 2013.
Untuk itu, jelasnya, solusi bagi pemerintah guna memangkas jumlah masyarakat yang belum memiliki hunian adalah penerapan Tapera yang tengah dalam tahapan penyusunan rancangan UU.
“Itu tugas pemerintah. Dan UU Tapera jadi solusi untuk pemerintah,” ungkapnya di sela-sela seminar Kiat Pendanaan KPR Saat Bunga Tinggi digelar oleh PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) dan Bisnis Indonesia, Rabu (12/2).
Dia menyatakan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) guna memperbesar penyerapan kredit pemilikan rumah (KPR) belum menjadi solusi yang efektif mengatasi backlog. Menurutnya, penaikan di tengah perlambatan ekonomi dan depresiasi nilai rupiah tersebut merupakan langkah yang mesti di ambil otoritas moneter Indonesia guna menghindari kondisi krisis ekonomi.
Oleh karena itu, dia menilai pada 2014 BI rate tidak akan turun, bahkan bepeluang meningkat hinga 8% menyusul kebijakan tappering off oleh Bank Sentral Amerika Serikat.
“Suku bunga tidak akan turun terkait isu likuiditas 2014 sebagai efektappering off . [BI rate] Bisa naik hingga 8%,” sebutnya.
Upaya penaikan suku bunga tersebut, sambungnya, akan menjaga keseimbangan suplai dan permintaan di tengah dominannya porsi konsumsi masyarakat. Dia bahkan memprediksi hingga 2035 pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan baik atau stabil di atas 4,5% dengan sokongan sektor konsumsi.
Namun, terangnya, sisi permintaan akan meningkat lebih cepat dibandingkan suplai sehingga dapat berujung pada krisis.
“Pasokan listrik bertumbuh sedikit dibandingkan rumah dan infrastruktur bertambah sedikit sementara kendaraan meningkat pesat. Suplainya tidak mengimbangi demand. Bunga tidak bisa ditahan, untuk mencegah krisis,” katanya.
Apalagi, jelas Aviliani, beberapa tahun terakhir rumah tidak hanya menjadi sekedar tempat tinggal, melainkan juga sebagai sarana investasi. Dengan begitu, dia menyatakan lonjakan harga rumah yang signifikan akan terus terjadi seiring pertumbuhan permintaan.
“Sekarang ini dengan adanya investasi, harga tidak bisa dijaga. Harga naiknya bukan main,” sebutnya.
Oleh sebab itu, dia menyatakan pemerintah akan dapat mengatasi permasalahan kekurangan hunian dengan penerapan Tapera. Di samping itu, imbuhnya, pemerintah dapat memanfaatkan seluruh lahan yang dimilikinya untuk membangun hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
“Pemerintah harus mengambil kebijakan pro rakyat. Tanah-tanah pemerintah dibangun untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Misalanya dengan perjanjian hingga 50 tahun, seperti yang dilakukan negara lain,” imbuhnya.
Adapun, hingga saat ini pembahasan RUU Tapera yang merupakan usul inisiatif DPR masih berlangsung di antara kementerian yang terkait. Padahal, RUU tersebut awalnya ditargetkan dapat disahkan pada Juli 2013. Pembahasan RUU Tapera dengan DPR RI mengalami kemunduran dari rencana awal sebab pemerintah terus meminta waktu tambahan untuk melakukan koordinasi dengan beberapa kementerian.
Dalam kesempatan yang sama, Dirut PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk menuturkan realisasi UU Tapera akan memberikan efek positif bagi sektor properti.Menurutnya, dengan pemberlakuan Tapera akan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam membeli rumah sehingga dapat mengurangi backlog nasional secara signifikan.
Di samping itu, pihaknya akan memperoleh sumber pembiayaan baru yang dapat dikembangkan lagi melalui penyaluran kredit baik bagi developer maupun bagi KPR konsumen.
*Untuk pertama kalinya, HL hal.1 di Bisnis Indonesia, 2014.
Komentar
Posting Komentar