“Ayo cuiy, kita jalan lagi! Semangat…! Kita pasti bisa nyampe puncak…! Tampang sangar, brewokan, tubuh kekar, tapi kok manja…!? Ntar malu lho… jauh-jauh dari Jakarta tapi ga bisa muncak…!” Dalam Ekspedisi Merbabu (25-29 Maret 2009), seruan di atas seakan menjadi slogan. Rangkaian kata-kata bernada canda dan mengundang tawa—sekurang-kurangnya senyuman—macam itulah yang menjadi semacam minuman penyegar bagi kami, para Jeladers (sebutan untuk para anggota Jelajah Alam Driyarkara). Ajakan bermuatan semangat itu mencoba untuk menyegarkan kembali asa kami dalam menggapai puncak. Apalagi ketika beberapa orang di antara kami mulai meragukan diri, yang secara fisik lelah dan dalam kondisi itu secara mental mereka tertekan. Dalam balutan suhu udara pegunungan yang mungkin hanya sisa satu digit angka dan derasnya badai angin, beberapa kawan merasa tidak sanggup untuk melanjutkan pendakian. Jalur pendakian yang cukup menyulitkan dengan kemiringan + 60o, gelapnya malam, dan deru angi...
ide yang berpendar dari masa subur