Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2014

Konflik Agraria: Petani Telukjambe Barat Berharap Pada Jokowi

L ayaknya ritual rutin, awal musim penghujan jelang akhir tahun menjadi sebuah pertanda bagi petani padi. Ya, awal hujan itu menjadi pertanda dapat dimulainya musim tanam. Pada saat itu bulir-bulir hujan dari langit yang memenuhi lahan garapan seakan menyiapkan ruang tumbuh bagi benih padi. Sementara, para petani mulai bergulat dengan waktu untuk menyemainya. Musim penghujan sungguh menjadi awal dari harapan seluruh petani untuk menuai harapan di musim panen. Namun, pada tahun ini pengalaman berbeda mesti dihadapi para petani di tiga desa, yakni desa Wanakerta, Wanasari dan Margamulya di Kecamatan Telukjambe Barat, Kabupaten   Karawang , Jawa Barat. Konflik agraria yang tak kunjung terselesaikan dengan PT. Sumber Air Mas Pratama (SAMP), salah satu anak usaha PT Agung Podomoro Land  Tbk. akhirnya berujung pada eksekusi lahan. Tepatnya 24 Juni 2014, Pengadilan Negeri   Karawang   dengan pengawalan 7.000 aparat kepolisian melakukan eksekusi lahan sengketa seluas 350 hekta

Produksi Jagung, Petani Butuh Dukungan Sarana dan Jaminan Pasar

Sebuah catatan dari kaki Gunung Sinabung, Tanah Karo, Sumatera Utara, 19 November 2014. H ujan baru saja membasuh Desa Perbesi dari sisa abu vulkanik Gunung Sinabung, ketika Basmi Ginting mulai bercerita mengenai kendala yang dihadapi para petani jagung di Kecamatan Tiga Binanga, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Para petani, jelasnya, sempat mengalami kelangkaan pupuk selama empat musim. "Kami kesulitan mencari pupuk bersubsidi selama empat musim. Yang ada hanya pupuk reguler dengan harga mahal, sampai Rp132.000/sak," ungkapnya di sela-sela acara Temu Petani Jagung yang diselenggarakan PT Syngenta Indonesia pekan lalu. Belum lagi, lanjutnya, hingga saat ini belum ada jaminan kepastian harga jagung hasil panen para petani. Produk para petani seringkali ditawar dengan harga di bawah ketentuan. Kondisi itu, ungkap Basmi, tak ayal membuat para petani resah. Tidak jarang, para petani jagung akhirnya memilih menjual hasil panennya kepada para pengumpul, yang langs