Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2010

Politik: Penaklukan, Kebebasan atau Pemberdayaan?

S epanjang sejarah filsafat politik, terdapat tiga macam alur (konsep) besar dalam politik. Konsep-konsep itu secara menyeluruh mencoba membangun suatu pemahaman tentang hakikat kebebasan dalam kehidupan bersama, prosedur-prosedur kehidupan dalam masyarakat majemuk dan cara-cara mengupayakan suatu perubahan dalam masyarakat politis. Atau dengan kata lain; konsep-konsep itu berupaya menyingkap arti politik dari setiap sudutnya. Dalam penyingkapan tersebut, setiap konsep secara keseluruhan selalu menunjukkan korelasi antara ‘anggapan tentang pengikut’ (gambaran manusia/antropologi) dan ‘tindakan kepemimpinan' (politik)—termasuk model-model relasi politis—. Jika hendak mengubah taktik politik tertentu, pertama-tama kita harus mengubah anggapan-anggapan kita tentang para pengikut. Model atau bentuk korelasi ‘dua pihak’ dalam kehidupan politis itu merupakan konseptualisasi dari gambaran politik yang lazim dalam masyarakat. Untuk lebih jelasnya

Bisnis sebagai Profesi Etis?

Bisnis dan moralitas atau etika berbeda dan tidak ada hubungan sama sekali dan etika justru bertentangan dengan bisnis. Orang bisnis tidak perlu memperhatikan norma-norma dan nilai moral karena bisnis adalah suatu persaingan yang menuntut pelaku bisnis berusaha dengan segala cara dan upaya untuk bisa mencapai ‘keuntungan maksimal’. Ungkapan skeptis di atas sekiranya menggambarkan hubungan bisnis dan etika sebagai dua hal yang terpisah satu sama lain. Hal ini juga nampak dalam fenomena umum dunia bisnis o utsourcing . Outsourcing seringkali dibahasakan sebagai sebuah strategi kompetisi perusahaan untuk fokus pada inti bisnisnya, namun dalam praktek pada umumnya didorong oleh ‘ketamakan’ sebuah perusahaan untuk menekan cost serendah-rendahnya dan mendapatkan keuntungan setinggi-tingginya. Namun, diskrepansi dua ranah sebagaimana terdeskripsikan di atas oleh Richard T. De George disebut sebagai ‘Mitos Bisnis Amoral’. Bisnis pada dasarnya tidak terpisahkan dari moral. Bisnis t

Claude Levi-Strauss dan Linguistik Struktural

Claude Levi-Strauss, berbeda dengan Jean-Paul Sartre yang dengan optimisnya menyatakan bahwa eksistensi manusia mendahului essensi sehingga sebagai subjek; manusia bebas secara total, dengan tegas hendak menujukkan bahwa manusia sebagai subjek tidak sepenuhnya otonom. Manusia tidak selalu bertindak sadar dan membuat pilihan-pilihan dalam kebebasan total, tetapi ada “struktur” yang tanpa disadari, secara diam-diam, turut menetukan tindakan dan pilihan-pilihan partikular dari individu-individu. Levi-Strauss yang berkecimpung dalam antropologi budaya kemudian berkeyakinan bahwa tugas disiplin ilmu-ilmu kemanusiaan adalah untuk mempelajari sekaligus menganalisa “struktur terdalam” yang tersembunyi di balik ungkapan-ungkapan individual yang sekilas tampak kacau, tidak bisa diramalkan, dan bahkan tidak berpola sama sekali. Dalam hal ini, Levi-Strauss berseberangan dengan arus eksitensialisme (Prancis) saat itu yang sangat mengedepankan subjektivitas dan kebebasan. Levi-Strauss sebalikn

Konfusianisme

Proses Perkembangan Pemikiran Sekolah Ru [ 1] Ru Jia adalah sebutan dalam bahasa Mandarin untuk “Sekolah Kaum Cendikia” ( School of Literati ). Kata ‘Ru’ sendiri berarti ‘literatus ’ atau ‘ scholar’, dalam bahasa Indonesia dipakai istilah ‘cendikia’. Tidak ada istilah khusus dalam bahasa Mandarin yang berarti ‘Confusian’ atau ‘Confusianist’ . Di luar Tiongkok sekolah ini disebut “Sekolah Konfusianis”. Memang Konfusius adalah salah seorang tokoh utama aliran ini bahkan dengan tepat dianggap sebagai pendirinya. Namun kata ‘Ru’ tidak hanya menujuk ‘confusian’ atau ‘confusianist’ tetapi lebih luas dari itu. Latar belakang sosial-politik munculnya Ru jia ialah runtuhnya sistim masyarakat feodal Zhou. Ru jia berakar pada tradisi kaum Ru. Kaum Ru adalah kaum terpelajar yang membaktikan diri untuk Ritual dan musik. Mereka adalah pakar-pakar Ritual dan Musik. Kaum Ru berakar pada “orang Bijak Zaman Dulu”, yaitu para pendiri Dinasti Zhou, Raja Wen, Raja Wu dan Pangeran Zhou. P